mpn.co.id, Indramayu – Suasana di Pasar Wanguk, Desa Kedungwungu, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, kembali memanas. Sabtu (6/9/2025), kericuhan nyaris pecah setelah sekelompok orang tiba-tiba mendirikan tenda di depan area pasar tanpa izin. Langkah tersebut memicu protes keras dari para pedagang yang menilai tindakan itu sebagai bentuk pemaksaan atas rencana revitalisasi pasar yang hingga kini menuai kontroversi.
Perdebatan sengit antara pedagang dan pihak yang memasang tenda pun tak terhindarkan. Beberapa pedagang bahkan mendesak agar tenda segera dibongkar karena dianggap mengganggu aktivitas perdagangan serta tidak mendapat izin dari pemilik kios. Adu argumen berlangsung panas dan sempat mengundang perhatian warga sekitar.
“Ini jelas bentuk arogansi. Kami tidak pernah dimintai izin, padahal kios yang kami tempati punya hak hukum yang jelas,” tegas Suwarto, salah satu pedagang, dengan nada kecewa. Ia menuding pemerintah daerah dan desa seakan tutup mata terhadap keresahan para pedagang yang menggantungkan hidupnya di pasar tersebut.
Para pedagang berpegang pada Peraturan Desa (Perdes) No. 1 dan No. 5 Tahun 2010 yang mengatur Hak Guna Pakai (HGP) kios hingga tahun 2030. Menurut mereka, hak tersebut seharusnya dilindungi, bukan justru diganggu dengan dalih revitalisasi.
Namun, Pemerintah Desa Kedungwungu di bawah kepemimpinan Kepala Desa Baharudin Baharsyah justru menerbitkan Perdes baru No. 1 Tahun 2025. Regulasi ini dijadikan landasan hukum untuk tetap melaksanakan proyek revitalisasi Pasar Wanguk dengan alasan meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes).
Kebijakan inilah yang menjadi sumber konflik berlarut. Pedagang merasa dipinggirkan, sementara pemerintah desa bersikukuh menyebut revitalisasi sebagai langkah maju bagi pembangunan ekonomi desa.
Hingga kini, belum ada penyelesaian konkret dari Pemerintah Kabupaten Indramayu. Ketidakpastian ini justru memperkeruh suasana dan menimbulkan persepsi bahwa pemerintah daerah tak serius mencari jalan keluar.
“Pemerintah kabupaten seakan menutup mata. Padahal persoalan ini sudah lama berlangsung dan jelas menyangkut hajat hidup orang banyak,” tambah Suwarto.
Polemik ini pun menjadi ironi di tengah jargon Pemkab Indramayu tentang Beberes Dermayu yang mengusung semangat pembenahan dan pembangunan daerah. Bagi pedagang, yang terjadi justru sebaliknya: sebuah potret ketidakadilan yang dibiarkan berlarut.
Situasi makin memanas setelah pedagang menantang Kepala Desa Baharudin Baharsyah untuk duduk bersama dalam dialog terbuka. Langkah ini ditempuh karena sebelumnya Kades Baharsyah sempat menyatakan bahwa pedagang sulit diajak bermusyawarah.
Sebagai bentuk keseriusan, para pedagang melayangkan surat terbuka kepada kepala desa, menuntut dialog yang transparan dan melibatkan semua pihak. Mereka berharap ada jalan tengah tanpa harus mengorbankan hak pedagang maupun program pembangunan desa.
Kini, bola panas berada di tangan pemerintah desa dan kabupaten. Apakah tuntutan dialog terbuka ini akan dijawab, atau justru kembali diabaikan hingga konflik semakin memuncak, menjadi pertanyaan besar yang terus disorot publik.
Penulis
(Jojo Sutrisno)
Polemik Revitalisasi Pasar Wanguk Pecah, Pedagang Tantang Kepala Desa untuk Dialog Terbuka

Read Time:2 Minute, 6 Second