Pemkab Indramayu Luruskan Polemik Perda Pajak Baru: “Tidak Ada Kenaikan PBB untuk Lahan Pertanian”

mpnTERKINI14 Views
Read Time:2 Minute, 27 Second

 

mpn.co.id, INDRAMAYU – Pemerintah Kabupaten Indramayu meluruskan sejumlah opini publik dan narasi keliru yang berkembang di masyarakat terkait Perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang disahkan dalam rapat paripurna bersama DPRD dan Bupati, Jumat (4/7/2025). Sejumlah pihak, termasuk warganet, menuding bahwa aturan baru tersebut akan memberatkan masyarakat, terutama para petani, akibat penetapan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 0,4 persen.

Namun, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Indramayu, Amrullah, memastikan bahwa tidak ada kenaikan tarif PBB untuk lahan pangan dan ternak. Ia menegaskan bahwa yang terjadi hanyalah penyesuaian mekanisme perhitungan, bukan kenaikan beban pajak.

“Perlu kami luruskan bahwa tidak ada kenaikan PBB untuk lahan pertanian dan peternakan. Ini murni penyesuaian sistem sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan,” tegas Amrullah saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (5/7/2025).

Perubahan Perda ini, lanjut Amrullah, mengikuti arahan pemerintah pusat yang meminta penerapan single tarif PBB. Dalam skema lama (Perda No 1 Tahun 2024), tarif dikenakan secara bertingkat berdasarkan nilai NJOP, yaitu:

0,2% untuk NJOP ≤ Rp1 miliar

0,25% untuk NJOP > Rp1 miliar–Rp2 miliar

0,3% untuk NJOP > Rp2 miliar–Rp5 miliar

0,4% untuk NJOP > Rp5 miliar–Rp10 miliar

0,45% untuk NJOP > Rp10 miliar

Dalam perubahan Perda terbaru, tarif tunggal 0,45% diterapkan untuk lahan umum, namun lahan pangan dan ternak mendapat tarif lebih rendah yaitu 0,4%.

“Tarif 0,4 persen itu adalah bentuk keberpihakan daerah pada petani, lebih rendah dari lahan umum. Dan secara nilai, tidak ada kenaikan,” tambahnya.

Amrullah juga memberikan simulasi untuk menjawab keraguan publik. Ia menjelaskan bahwa selain penyesuaian tarif, pemerintah juga mengubah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dari 100% menjadi 25%. Akibatnya, meskipun tarif naik secara nominal, nilai dasar pengenaan pajaknya justru diturunkan, sehingga hasil akhirnya tetap sama.

Contoh Simulasi:

Perda Lama (2024):
Luas lahan: 483 m² × NJOP Rp27.000 = Rp13.041.000
NJKP 100% → PBB: Rp13.041.000 × 0,1% = Rp13.041

Perda Baru (2025):
Luas lahan: 483 m² × NJOP Rp27.000 = Rp13.041.000
NJKP 25% → Rp3.260.250 × 0,4% = Rp13.041

“Ini yang tidak dipahami oleh sebagian masyarakat. Secara hitungan, PBB tidak naik. Justru mekanismenya disesuaikan agar adil dan tidak membingungkan,” ungkapnya.

Menurut Amrullah, langkah ini justru merupakan bentuk keberpihakan daerah kepada petani, dan penting untuk disampaikan sebagai edukasi publik agar tidak terjadi distorsi informasi.

“PBB tidak naik selama fungsinya tetap sebagai lahan pangan. Tapi kalau lahannya berubah fungsi, misalnya jadi perumahan atau usaha, maka tarif tentu akan mengikuti klasifikasinya,” tegasnya.

Ia mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang belum berdasarkan data. Pemkab juga membuka layanan konsultasi di Bapenda bagi masyarakat yang ingin memahami rincian perubahan Perda lebih lanjut.

Perubahan Perda ini merupakan bagian dari penyesuaian regulasi nasional dan langkah konsolidasi fiskal daerah. Pengawasan publik tetap penting, namun pemahaman utuh terhadap substansi aturan juga dibutuhkan agar diskursus publik tetap sehat dan konstruktif.

Pewarta
(Jojo Sutrisno/Rls)

Leave a Reply