ANALISA YURIDIS TINDAK PIDANA MINUMAN BERALKOHOL

KopiBangbul1173 Views
Read Time:3 Minute, 31 Second

Bahwa untuk mengetahui bagaimana refleksi hukum atas berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Pasal 204 dan 205 KUHPidana. Dalam paradigma yuridis normative dapat disimpulkan:
1. Bahwa Pasal 204 dan Pasal 205 KUHPidana yaitu memberikan perlindungan kepada konsumen dengan ancaman pidana terhadap perbuatan menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang-barang yang membahayakan nyawa atau kesehatan sedangkan sifat berbahaya itu tidak diberitahukannya; di mana perbedaan Pasal 204 dan Pasal 205 KUHPidana yaitu Pasal 204 merupakan delik sengaja (dolus) sedangkan Pasal 205 merupakan delik kealpaan (culpa). Unsur “sifat berbahayanya tidak diberitahukan” menunjukkan bahwa pembentuk KUHPidana berpandangan jika sifat berbahaya itu diberitahukan kepada konsumen, maka orang yang menjual, menawarkan, menyerahkan, atau membagi-bagikan itu tidak dapat dipidana.

2. Pengaruh berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Pasal 204 dan 205 KUHPidana, yaitu: – Pengaruh dari aspek norma, yaitu ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menjamin hak konsumen atas Kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan./atau jasa, seharusnya menjadi dasar untuk menafsirkan unsur “sifat berbahayanya tidak diberitahukan” sehingga sekalipun pelaku telah memberitahukan sifat berbahaya tidak otomatis melepaskan pelaku dari tannggungjawab pidana.

3. Pengaruh dari aspek ketentuan pidana, yaitu ketentuan pidana dalam Pasal Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 10 huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dapat dijadikan sebagai dakwaan subsider, sedangkan dakwaan primernya (utama) yaitu Pasal 204 KUHPidana.

Bahwa perlu kita ketahui bersama Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen berbunyi, “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.”

Bahwa PERDA Kabupaten Indramayu NO : 15 Tahun 2006 Tentang perubahan Atas PERDA NO 7 Tahun 2005 Tentang Pelarangan Minuman Beralkohol dalam pasal 2 ayat (1) Setiap orang atau badan dilarang memproduksi, mengedarkan,memperdagangkan, menimbun, mengoplos, menjamu, menyimpan dan meminum minuman yang mengandung alkohol dalam wilayah Kabupaten Indramayu. Dan pasal 9 (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau ayat (2) Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000, (lima puluh juta rupiah). Ayat (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Peredaran dan konsumsi MIRAS dapat berdampak dan menimbulkan atau meningkatkan angka kriminalitas, merusak Kesehatan masyarakat bahkan sampai dengan kematian, tentunya tidak sebanding dengan sanksi hukum yang diatur dalam Perda tersebut apalagi memproduksi, mengedarkan,memperdagangkan, menimbun, mengoplos, menjamu, menyimpan dan meminum minuman yang mengandung alkohol dalam wilayah Kabupaten Indramayu bukanlah kejahatan melainkan pelanggaran.

Bahwa berdasarkan azas lex superior derogate legi inferiori dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Hal demikian PERDA Kabupaten Indramayu NOMOR : 15 TAHUN 2006 Tentang perubahan Atas PERDA NO 7 Tahun 2005 Tentang Pelarangan Minuman Beralkohol
Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 204 dan 205 KUHPidana, maka dalam paradigma hukum perlindungan konsumen sudah sepatutnya berdasarkan hukum bagi pelaku dalam peredaran Miras dapat di berlakukan Pasal 204 dan 205 KUHPidana Jo Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan sanksi hukum yang berat dapat menimbulkan efek jera dan terwujudnya rasa keadilan di masyarakat mengingat dampak besar negatif yang ditimbulkan dalam peredaran Miras tidak sebanding dengan sanksi hukum yang dianggap pelanggaran sebagaimana PERDA Kabupaten Indramayu NOMOR : 15 TAHUN 2006 Tentang perubahan Atas PERDA NO 7 Tahun 2005 Tentang Pelarangan Minuman Beralkohol.

penulis menganalisa sistematika perkara perkara minuman keras/Mihol merupakan perkara yang dalam penanganannya perlu diperhatikan secara cermat. Tentunya penyidik yang di berikan kuasa oleh penuntut umum harus cermat terhadap jenis MIRAS/MIHOL dan menerapkan pasal yang sesuai dengan aturan yang berlaku, penuntutan terhadap terdakwa harus memenuhi kepastian hukum sehingga hakim dalam memutus perkara tidak cacat hukum atau berbenturan dengan ketentuan perundang undangan yang berada di atasnya kemudian negara dalam melindungi warga negaranya mampu menyajikan keadilan hukum di masyarakat.

Salam merahputih.

Penulis.
Dedi buldani, SH (Advokat Law Firm Merahputih lawyers, Ketua LPBH – NU Indramayu, Advokasi Serikat media siber Indonesia)

Leave a Reply