Profesionalisme Badan Adhoc dan Tantangan Integritas

KopiBangbul74 Views
Read Time:3 Minute, 49 Second

Penyelenggara Pemilu/pilkada adhoc menempati posisi penting sebagai actor penentu pada Pemilu atau Pilkada yang berintegritas. Di tangan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), integritas pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dipertaruhkan. Akankah menjadi ruang mengkonversi suara rakyat menjadi kursi jabatan public atau menjadi ajang bagi oknum untuk bermain curang.

Diperhelatan Pilkada, salah satu contoh tahapannya adalah verifikasi factual atas dukungan calon perseorangan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dapat menjadi dua mata pisau yang sama-sama tajam dan menentukan berhenti atau melanjutkan kandidasi calon perseorangan.

Sementara, kinerja badan adhoc Panitia pemutakhiran data pemilih, apakah daftar pemilih yang dihasilkan mutakhir, valid dan komprehensif ataukah sebaliknya, tidak valid (amburadul) dengan pemilih yang tidak memenuhi syarat.

Sebagai organ yang menjadi garda terdepan KPU, badan adhoc merupakan wakil KPU di ranah akar rumput. Kinerja KPU akan berjalan baik, jika badan adhocnya bekerja profesional, mandiri dan penuh integritas. Pertanyaanya, bagaimana badan adhoc selama ini ? Apakah ia mampu dan telah mengambil peran ideal dalam menopang tegaknya integritas, kemandirian dan profesionalisme KPU ?

Komisi Global untuk Pemilihan Umum, Demokrasi dan Keamanan mendefinisikan integritas pemilu sebagai Pemilu yang berdasarkan atas prinsip demokrasi dari hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang tercermin pada standar professional, tidak memihak dan transparan dalam persiapan dan pengelolaanya melalui siklus pemilu.

Tantangan utama integritas pemilu/pilkada di atas, terdapat unsur penyelenggara yang berkompeten dan mendapatkan kepercayaan public yang layak. Kompetensi penyelenggara merupakan syarat mutlak berjalan dan suksesnya Pemilu/Pilkada. Secara umum penyelenggara pemilu merupakan lembaga yang bertanggungjawab untuk mengelola elemen-elemen essensial pelaksanaan pemilu/pilkada seperti menentukan siapa yang berhak memilih, menerima pendaftaran dan melakukan validasi terhadap calon peserta pemilu/Pilkada, melaksanakan pemungutan suara, menghitung hasil suara dan melakukan hasil tabulasi suara.

Catatan penting yang menjadi perhatian dari beberapa Pemilu dan Pilkada, khususnya pada pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara; pertama, rendahnya minat masyarakat untuk menjadi petugas adhoc penyelenggara pemilu disejumlah tempat, sehingga harus ada perpanjangan waktu disebabkan hari ini semua syarat pendaftaran harus menggunakan aplikasi (SIAKBA) atau karena sebab lain yaitu kegagalan meyakinkan masyarakat untuk terlibat aktif sebagai penegak demokrasi di tingkat lokal.

Konsekuensinya akan menyulitkan KPU kabupaten/kota untuk memilih personil yang ideal, Kedua. Macetnya regenerasi personalia KPPS pada sejumlah TPS, masih ditemukan penyelenggara (orang) lama yang kadang bertahan dengan mindset lama, sementara faktanya telash banyak perubahan dalam peraturan teknis di TPS dari pemilu ke pemilu.

Persoalan ini sesungguhnya sudah diupayakan solusinya dengan pembatasan periodesasi penyelenggara badan adhoc, maksimal 2 periode pemilu dalam jabatan yang sama. Ketiga, minimnya pemahaman dan keahlian penyelenggaraan pemilu.

Menjalankan proses pemungutan suara mungkin bukan perkara terlalu sulit bagi KPPS, namun kerumitan terletak pada proses penghitungan suara yang mengharuskan KPPS menuangkan ke dalam lembar-lembar formulir. Kurangnya pemahaman dan keahlian serta ditambah factor kelelahan berpotensi mengurangi akurasi penulisan.

Kondisi ini menimbulkan konsekuensi yang tidak ringan, mulai dari koreksi terhadap berita acara tingkat TPS, tuntutan untuk membuka kotak suara hingga sakwasangka saksi yang menuduh terjadinya manipulasi.

Akhirnya, akan tumbuh ketidakpercayaan peserta pemilu/pilkada terhadap proses yang sedang berjalan berikut hasilnya dari level bahaw sampai tingkat pusat. Keempat, kurangnya perhatian kepada kelompok rentan terkait aksebilitas pada proses pemungutan suara di TPS bagi disabilitas maupun treatment KPPS terhadap difabel dalam menggunakan hak pilih dan tidak boleh sedikitpun haknya dikurangi karena pengabaian pelayanan kepada kelompok rentan sama artinya dengan mengingkari asas pemilu yang umum dan non diskriminatif.

Upaya perbaikan pada proses rekrutmen penyelenggara adhoc pemilu dapat disebut sebagai langkah pertama dan hulu persoalan yang harus dibenahi. Ruang-ruang partisipasi mestinya dibuka selebar mungkin agar semakin luas kesempatan orang untuk terlibat. Rendahnya minat boleh jadi karena ruang ini Sebagian masih dibiarkan tertutup.

Di luar itu, salah satu yang wajib dihadirkan oleh badan adhoc adalah mindset melayani pemilih karena KPPS adalah wakil KPU untuk memberikan pelayanan tanpa cela kepada pemilih bukan kepada kepentingan kelompok. Ia harus memahami secara utuh apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, dan peka terhadap kondisi di TPS.

Salah satunya adalah kelompok masyarakat yang rentan tidak dapat pelayanan optimal, maka sejak awal sudah dihitung dan diantisipasi pemenuhannya. Jika mindset melayani sudah tertanam dengan kuat , tidak aka nada lagi keluhan petugas atas kesulitan yang dialami karena semuanya berorientasi untuk menyelesaikan melalui pelayanan terbaik.

Penegakan integritas adalah sikap yang integral dan melekat dalam setiap ketugasan penyelenggara pemilu/pilkada dilevel manapun. Badan adhoc yang merupakan representasi KPU di tingkat bawah, membawa tugas besar untuk menginplementasikannya melalui tahapan yang dijalankan.

Membangun profesionalisme badan adhoc hingga memiliki kompetensi memadai untuk menyelenggarakan pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah yang transparan adalah misi yang harus terus diupayakn dengan sunggih-sungguh agar mendapatkan kepercayaan public yang layak.

Penulis adalah Ahmad Toni Fatoni Mantan Ketua KPU Kabuoaten Indramayu Periode 2018-2023

 

   

Leave a Reply