Indramayu, mpn.co.id. 6 Oktober 2025 – Proyek pembangunan ruang kelas baru di UPTD SDN 5 Margadadi, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, diduga mengabaikan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Proyek tersebut kini menuai sorotan publik akibat lemahnya pengawasan dan potensi pelanggaran prosedur kerja di lapangan.
Pekerjaan konstruksi ini dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dengan nilai kontrak sebesar Rp347.284.000,-. Proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Ragia Berkah Pratama, dengan sumber dana dari Dana Alokasi Umum (DAU), dan dijadwalkan berlangsung selama 60 hari kalender, terhitung sejak 14 Agustus hingga 12 Oktober 2025.
Namun, berdasarkan investigasi di lokasi proyek, ditemukan sejumlah indikasi pelanggaran, terutama dalam aspek keselamatan kerja. Para pekerja tampak tidak menggunakan perlengkapan keselamatan dasar seperti helm proyek, rompi keselamatan, sepatu safety, dan safety belt. Selain itu, tidak ditemukan papan informasi proyek maupun rambu-rambu K3 yang seharusnya tersedia sebagai bentuk transparansi dan upaya preventif terhadap risiko kecelakaan kerja.
Dugaan pelanggaran ini mendapat tanggapan serius dari kalangan pemerhati hukum. Salah satu pakar hukum, Dedy Buldani, menilai bahwa lemahnya pengawasan dari dinas terkait menunjukkan kelalaian yang tidak bisa ditoleransi.
“Pemerintah daerah seharusnya tidak tutup mata terhadap aspek keselamatan kerja dan transparansi anggaran. Ini bukan hanya soal membangun ruang kelas, tapi soal keselamatan nyawa manusia dan menjaga kepercayaan publik,” ujarnya, Senin (6/10).
Ia juga meminta agar pihak pelaksana proyek, khususnya mandor dan pengawas lapangan, lebih bertanggung jawab terhadap keselamatan para pekerja.
“Bahwa Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 dan peraturan turunannya:
Sanksi administratif: teguran, penghentian sementara proyek, pencabutan izin usaha.
Sanksi pidana: pidana kurungan hingga 3 bulan atau denda hingga Rp100.000 (UU No. 1/1970, meski nilainya sudah tidak relevan dan bisa diperkuat dengan aturan baru).
Jika proyek menggunakan dana negara, maka kelalaian terhadap K3 juga bisa menjadi temuan BPK atau aparat penegak hukum, karena menyangkut penyalahgunaan anggaran dan membahayakan keselamatan publik.” tambahnya.
Saat dikonfirmasi pihak perusahaan tidak ada di lokasi proyek.
Kasus ini menjadi cerminan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan proyek infrastruktur, terutama yang menggunakan dana publik. Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin praktik pembiaran ini akan terus berulang dan berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar, baik dari segi anggaran maupun keselamatan tenaga kerja. ( Amex