Demi Anak dan Harapan: Kisah Pilu Kulsum, Pekerja Migran Asal Subang yang Belum Terima Gaji Dua Tahun di Arab Saudi

mpnNEWS592 Views
Read Time:2 Minute, 44 Second

 

 

Subang — mpn.co.id. Di rumah sederhana di Desa Rancadaka, Kecamatan Pusakanagara, Subang, Kasta bin Mukrim masih menyimpan suara lirih dari seberang telepon. “Saya baik-baik saja, hanya kerjaannya berat dan makan kadang susah,” begitu kata istrinya, Kulsum binti Casman, dari Riyadh, Arab Saudi.

Sudah lebih dari dua tahun Kulsum meninggalkan kampung halamannya dengan satu harapan sederhana: memperbaiki ekonomi keluarga dan membahagiakan anak-anaknya. Namun, perjalanan hidup di negeri orang tidak berjalan seperti yang dijanjikan.

Awal dari Janji Manis

Pada Maret 2023, seorang sponsor bernama Rasgan datang ke rumah Kulsum. Ia menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar dan proses cepat. Demi masa depan keluarga, Kulsum menerima tawaran itu. Namun, dari sinilah kisah getirnya dimulai.

Rasgan kemudian menyerahkan Kulsum kepada sponsor lain, Karsiman dari Indramayu, lalu berpindah lagi ke tangan Supri, yang membawanya ke Jakarta. Di sana, proses keberangkatan diurus oleh seseorang bernama Rina — mulai dari pemeriksaan kesehatan hingga pembuatan paspor.

Sebulan kemudian, April 2023, Kulsum diterbangkan ke Riyadh. Ia bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di kediaman majikannya. Tapi enam bulan berlalu tanpa kabar. Ketika akhirnya bisa menelepon keluarga, ia menangis — bukan karena rindu, tapi karena upah yang dijanjikan belum diterima dan pekerjaannya terasa terlalu berat.

Kerja Berat, Upah Tak Terbayar

Gaji Kulsum disepakati sebesar 1.200 riyal per bulan, setara hampir Rp8 juta. Namun, hingga kini ia baru menerima sekitar 6.000 riyal dari total 28.800 riyal yang seharusnya dibayarkan selama dua tahun bekerja.

Suatu hari, saat mengadu kepada Rina soal gajinya yang belum dibayar, kabar itu terdengar oleh majikan. Sejak itu, perlakuan terhadap Kulsum berubah. Ia dilarang masuk rumah, tidak diberi makan, bahkan beberapa kali mendapat perlakuan kasar.

Pernah, dalam keputusasaan, Kulsum nekat melapor ke kepolisian setempat. Ia memohon untuk dibawa ke KBRI Riyadh agar bisa pulang ke Indonesia. Tapi upayanya gagal. Majikan datang ke kantor polisi dan membawanya kembali ke rumah, dengan dalih akan mengantarnya ke KBRI — yang ternyata hanya tipu daya. Sejak itu, pengawasannya makin ketat.

Upaya Keluarga dan Pendamping

Sementara di Subang, Kasta tidak tinggal diam. Ia mengadu ke berbagai pihak: Dinas Tenaga Kerja Subang, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), hingga Polres Subang. Tapi semua langkah itu belum juga membuahkan hasil.

Melihat kondisi tersebut, Supendi, Ketua Forum Keluarga Buruh Migran Indonesia (FKBMI), turun tangan mendampingi keluarga Kulsum. Supendi yang juga berafiliasi dengan FSBP dan KASBI, menegaskan bahwa kasus ini termasuk pelanggaran serius terhadap hak pekerja migran.

“Kulsum adalah potret nyata dari banyak buruh migran perempuan yang terjebak dalam sistem penempatan tidak adil. Negara harus hadir melindungi mereka,” ujarnya tegas saat ditemui di kantor DPRD Subang (4/11).

Supendi juga telah mengirim surat resmi kepada Bupati Subang untuk meminta bantuan pemulangan Kulsum serta pembayaran hak-haknya yang belum diberikan.

Harapan yang Belum Padam

Di tengah ketidakpastian itu, Kasta masih menyimpan harapan. Ia percaya, suara kecil dari kampung akan sampai ke telinga pemerintah.

“Saya hanya ingin istri saya bisa pulang dengan selamat, dan gajinya dibayar sesuai kerja kerasnya,” katanya lirih.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disebutkan, setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak dan perlindungan dari eksploitasi. Tapi di balik deretan pasal itu, masih ada banyak Kulsum lain yang berjuang sendiri di negeri orang.

Mereka pergi membawa harapan, dan menunggu negara untuk menjemput keadilan.

(Dasta | mpn.co.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *