Menjelang Pemilihan Kuwu Serentak di Indramayu, Efektivitas “Serangan Fajar” Mulai Diragukan

mpnSAPA DESA416 Views
Read Time:2 Minute, 19 Second


‎mpn.co.id Indramayu, — Hanya tinggal hitungan hari menuju pemilihan Kuwu (kepala desa) serentak di 139 desa se-Kabupaten Indramayu. Suasana politik di tingkat akar rumput mulai memanas. Para kandidat berlomba melakukan pendekatan ke masyarakat dengan berbagai strategi untuk mengamankan suara. Namun di tengah euforia tersebut, kembali muncul pertanyaan klasik yang selalu menghantui setiap kontestasi desa apakah “serangan fajar” masih ampuh mempengaruhi hasil pemungutan suara?

‎Praktik politik uang yang kerap dikemas dalam bentuk pembagian sembako, uang tunai, hingga bantuan dadakan menjelang pencoblosan, secara turun-temurun menjadi senjata sebagian kandidat. Namun perkembangan zaman dan perubahan karakter pemilih membuat efektivitasnya dipertanyakan.

‎Politik praktis secara umum merujuk pada upaya memperoleh dan mempertahankan kekuasaan melalui cara-cara langsung, seperti kampanye, negosiasi kepentingan, hingga pemberian materi. Aktivitas ini sering kali mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan dibandingkan visi besar pembangunan desa.

‎“Ini adalah model politik yang sudah lama mengakar, tetapi tidak lagi sepenuhnya cocok diterapkan di tengah masyarakat yang semakin melek informasi,” ungkap Ruyanto seorang pemerhati politik desa di Indramayu.

‎Menurutnya, politik praktis lahir dari tradisi yang menempatkan kepentingan jangka pendek di atas tujuan jangka panjang. Namun perubahan pola pikir masyarakat perlahan mulai menggeser cara pandang tersebut.

‎Politisi dan tokoh masyarakat di Indramayu mengakui bahwa sebagian kecil pemilih memang masih memiliki karakter “asal ada uang, dicoblos”. Namun tren ini tidak lagi mendominasi seperti masa lalu.

‎“Sekarang tidak bisa disamakan dengan 10 atau 15 tahun lalu. Pemilih lebih cerdas. Mereka melihat rekam jejak calon, bukan sekadar amplopnya,” ujar Aman Daniar seorang tokoh masyarakat dari wilayah Haurgeulis.

‎Perkembangan media sosial dan digital menjadi faktor penting dalam mengubah perilaku pemilih. Warga desa kini lebih mudah mengakses informasi, mengetahui latar belakang calon, dan menilai sejauh mana mereka mampu mengelola pemerintahan desa secara transparan dan akuntabel.

Para aktivis dan pengamat demokrasi lokal melihat bahwa serangan fajar kini lebih banyak dipandang sebagai manuver putus asa. Tidak sedikit warga yang menilai bahwa pemberian materi menjelang pemilihan justru menjadi indikator ketidaksiapan calon dalam menonjolkan gagasan.

‎“Banyak warga menerima pemberian itu hanya sebagai ‘bonus’. Tapi soal pilihan, mereka tetap menentukan berdasarkan hati dan penilaian terhadap calon. Jadi dampaknya tidak signifikan,” kata seorang pemuda yang aktif dalam pengawasan pemilu desa.

‎Bahkan, di sejumlah desa, praktik politik uang mulai mendapat penolakan langsung dari warga. Mereka menilai bahwa arah pembangunan desa tidak bisa disandarkan pada calon yang mengandalkan amplop, melainkan pada figur yang memiliki rekam jejak kuat, pengalaman memadai, dan visi yang jelas.

‎Pemilihan Kuwu serentak di 139 desa Kabupaten Indramayu menjadi momentum penting bagi demokrasi di tingkat lokal. Masyarakat berharap proses ini berlangsung bersih, aman, dan bebas dari politik transaksional.

‎Dengan meningkatnya literasi digital dan kesadaran masyarakat, serangan fajar perlahan dianggap sebagai taktik usang yang tidak lagi menentukan elektabilitas calon. Warga semakin yakin bahwa masa depan desa tidak boleh ditukar dengan pemberian sesaat yang hilang dalam satu malam.

‎Penulis
‎(Jojo Sutrisno)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *