mpn.co.id, INDRAMAYU — Ratusan pedagang yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Pasar Kedungwungu atau yang lebih dikenal sebagai Pasar Wanguk, kembali menyuarakan penolakannya terhadap rencana revitalisasi pasar oleh Pemerintah Desa Kedungwungu, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu. Aksi tersebut berlangsung pada Selasa, 15 Juli 2025, di Pendopo Kabupaten Indramayu.
Para pedagang menilai kebijakan revitalisasi pasar dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah dan transparansi. Dalam pernyataan tertulisnya, asosiasi menyampaikan beberapa poin penolakan, yang menyoroti absennya proses musyawarah desa yang sah, tidak adanya pelibatan pedagang dalam pengambilan keputusan, belum dilakukan kajian dampak lingkungan (AMDAL) maupun analisis kelayakan teknis dan ekonomi.
Tak hanya itu, mereka juga menilai bahwa pembangunan total pasar justru akan mematikan usaha pedagang kecil, menciptakan ketimpangan ekonomi, serta mengabaikan hak guna bangun atau pakai (HGB-P) pasar yang masih berlaku hingga tahun 2030. Hak ini diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 Tahun 2010 dan Perdes Nomor 5 Tahun 2010.
“Revitalisasi ini sangat merugikan kami. Kami punya hak menempati pasar ini sampai tahun 2030 sesuai peraturan desa yang sah. Kenapa tiba-tiba mau direlokasi tanpa dasar dan kajian?” tegas Edi Winata, perwakilan asosiasi pedagang dalam sesi mediasi di pendopo.
Rencana revitalisasi pasar Kedungwungu telah menimbulkan polemik sejak dikeluarkannya Perdes baru Nomor 1 Tahun 2024 yang disusun oleh pemerintah desa. Kebijakan ini langsung ditolak keras oleh mayoritas pedagang, yang merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembahasannya.
Sementara itu, Asisten Daerah Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jajang Sudrajat, turun langsung memfasilitasi mediasi antara Pemerintah Desa Kedungwungu dengan perwakilan pedagang. Dalam keterangannya, Jajang menekankan pentingnya dialog terbuka agar tidak terjadi kegaduhan di tengah masyarakat.
“Pemerintah kabupaten hadir untuk menjadi jembatan solusi, bukan pihak yang mengambil keputusan sepihak. Kita ingin ada titik temu yang adil bagi pedagang maupun pemerintah desa,” ujarnya.
Proses mediasi berlangsung alot, namun belum mencapai kata sepakat. Para pedagang tetap bersikukuh menolak rencana pembangunan ulang pasar sebelum hak hukum mereka dihormati, sementara pihak pemerintah desa belum memberikan sinyal untuk meninjau ulang perdes yang menjadi dasar proyek tersebut.
Sengkarut revitalisasi pasar Kedungwungu ini menjadi gambaran nyata bahwa kebijakan pembangunan di tingkat desa harus mengedepankan prinsip partisipatif dan transparansi. Ke depan, semua pihak berharap solusi bisa dicapai tanpa mengorbankan mata pencaharian rakyat kecil.
Penulis
(Jojo Sutrisno)